Keadilan yang Tertunda: Kisah Haru Guru Honorer TH di Prabumulih

  • Bagikan

Prabumulih – Di sebuah rumah sederhana di tengah Kota Prabumulih, seorang guru honorer duduk termenung menatap kertas pengumuman hasil seleksi PPPK Periode II. Ia sudah lama mengabdi, bekerja dengan penuh dedikasi meski gajinya tak seberapa. Baginya, mengajar dan melayani di sekolah adalah panggilan hati, bukan sekadar pekerjaan.

Namun, hari itu matanya terasa berat, dadanya sesak. Namanya tidak masuk dalam daftar yang lulus. Justru ada nama lain, yang menurutnya menyimpan tanda tanya besar.

Dengan hati penuh kegelisahan, ia berusaha mencari kebenaran. Ia membuka kembali dokumen-dokumen, mendatangi sekolah-sekolah, bahkan menemui beberapa pihak terkait. Dari penelusurannya, ia menemukan kejanggalan. Berdasarkan data resmi, masa kerja peserta lain yang lulus baru 1 tahun 7 bulan. Sedangkan syarat pendaftaran PPPK jelas meminta pengalaman kerja minimal 2 tahun.

Lebih jauh, ada keterangan yang semakin menambah kebingungan. Peserta tersebut sebelumnya mengaku pernah bekerja di sekolah lain. Namun, saat ia menanyakan langsung, pihak sekolah menegaskan bahwa peserta itu tidak pernah tercatat bekerja di sana.

Hatinya semakin perih. Bukan karena iri, tapi karena merasa keadilan seolah berpihak pada yang tidak seharusnya. Ia hanya ingin pengabdian panjangnya dihargai dengan cara yang pantas. Ia hanya ingin diperlakukan adil, sama seperti mereka yang berjuang di jalan yang benar.

Dengan tangan bergetar, guru honorer itu pun menyusun surat. Ia menulis dengan penuh harap kepada Walikota dan Kepala BKPSDM Kota Prabumulih. Bukan sekadar laporan, tapi juga jeritan hati seorang pengabdi kecil yang ingin diperhatikan.

“Dengan ini saya memohon agar berkas pendaftaran peserta yang bersangkutan diverifikasi kembali, dan jika terbukti tidak memenuhi syarat, mohon agar kelulusannya didiskualifikasi. Saya juga memohon, dengan segala kerendahan hati, agar saya diberikan kesempatan untuk lulus sebagai PPPK Periode II Kota Prabumulih. Demi keadilan, demi masa depan kami yang telah lama berjuang di jalan pengabdian ini.”

Air mata menetes di pipinya ketika menandatangani surat itu. Ia tahu, perjuangannya mungkin tidak mudah. Tetapi ia percaya, di balik meja para pemimpin, masih ada hati nurani yang bisa mendengar jeritan tulus seorang guru kecil dari Prabumulih.

Namun, rasa sedih tak bisa ia sembunyikan. Masa depan yang sudah ia nantikan bertahun-tahun sirna begitu saja. Apalagi, peserta yang bermasalah akhirnya mengundurkan diri pada 7 Juli 2025 setelah ketahuan, tetapi usulannya untuk menggantikan formasi tersebut tak juga diproses.

Formasi itu justru dibiarkan kosong, seakan menutup mata terhadap aturan BKN Pusat dan Kemenpan-RB. Hatinya pun kian hancur bukan hanya karena gagal lulus, tetapi karena keadilan yang ia harapkan tak kunjung berpihak.

banner 120x600
  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *